Rabu, 26 Desember 2012

Jumpa


Liar

tak ada tempat lagi....
serambu bambu, terkoyak mentari pagi
seribi janji menanti lagi...
hingga akasia dan meranti merangas
dalam cawan kasih..yang tersedu
garang dan liarnya badai yang kau tebar

kau merapat pada sayap sayap munafik
berajut kain kumal lusuh milik nenek sihir
bilamanakah kau bentangkan dalam
gemercik bening air harap
di halaman gubug cinta kita
bersemi kenanga dan anyelir
semerbak memabukan angin prahara

hingga hinggap di sudut bilik bambu kita
kau liar,bagai putri berkain iblis
.............
Semilir Angin Pagi
 tahun 2012...tinggal berapa hari...
kalender Maya tercabik dikoyak anjing ganas
cuaca dingin...mencekik kulit kulit kita yang bopeng
jaman semakin runtuh menyisa ketidakmengertian
pejabat negri bergigi pongah, bermata juling dengan
taring menerjang habis lengan si kecil
 
kita sandarkan saja warna hidup
pada Pencipta Langit Biru....
kita tak lupa mengencangkan legam bahu
tempat hari hari rakus membidik kita

meski atmosfer negeri telah menghitam
dikungkung tabir kemunafikan para durjana
berbaju kain sutra warna warni..
kita tetap dalam semilir angin dariNYA
Tuhan,dengarkan teriakanku....!!!

TEGAL....27/12/12

Senin, 17 Desember 2012

Isi Hati


Untukmu di sana

Malam berrenda sepi...
dingin dan pekatnya tak sekalipun
memasang telinganya
agar aku mampu menyanyikan lagu rindu
bagai sang pujangga, berdiri di halaman rumah
bambunya....menunggu rembulan tersunting
hingga sorot lampu jalan meredup

malam semakin jauh meniti jarum detik
cicit anak burung Peking sesekali mengoyak
udara malam, Akasia semakin terbungkam bisu
dalam wajah sang malam,satu kali kerinduan
terus mengalir dalam nadi darah

untukmu di sana,
untukmu lampu jalan aku benderangkan
udara malam tak akan berjelaga lagi
untukmu di sana...
aku dalamsepi....(Semarang, 17 Desember 2012)


sang abang becak dan koruptor

peluh tiada pernah berkesah dalam tubuhnya.....
sederetan kayuh langkah menyibak apa yang ada di depan
melibas rintangan....meluruhkan badai, dalam nanar mata
dan kering merontang warna kulit tubuh
tiada satu lembar catatan hidup menjinjing seloroh
tentang damai sang rembulan dan mentari, serta sejuk
padang gersang berimbun belalang durjana

satu dua kali sang waktu rebah dalam asa terjinjing
namun selaksa jarum detik liar mengoyak sendi tulangnya
manusia manusia kecil itu tetap menoreh hidup...
melewati kubangan lumpur di tengah aspal jalan kuat menikam
dia melepas hari harinya,dengan sigap dan hati seluas
telaga berisi nyanyi rindu pada bilah hidup
bagai fatamorgana namun kuat menghimpitnya

sang abang becak, lebih berharga dari sang koruptor
sang abang becakmemetikwarna pelangi dari sisi hati ikhlas
sang koruptor menawan sayap sayap hitamnya sendiri.....
di jelaga langit sisi cakrawala, penuh hujatan dari hatinya sendiri
namun jantung sang koruptor ibaratnya besi baja
keras dan tegar, bagai karang pantai selatan

sang abang becak menyeka peluhnya untuk hari esok
bukan untuk nafas nafas durjana di balik tirai besi
lepaskan hatimu yang belum rapi,sang abang becak ?
nantikan ada hari berornamen bidadari, di indraloka
saat kau rebah disisiNYA...(Semarang,17 Desember 2012)


pantai cintamu

pantai ini masih menerbangkan memori
saat riuh daun nyiur melempar senyum
pada angin laut, bersama kawanan camar
aku datang dengan rentang kedua tangan
pantaimu bergincu eksotis hidup yang berepisode
cinta asmara ..gadis dan perjaka

di pantai kotamu,
buih laut tak kuasa menghardik kedua kakiku
angin "kumbang" terus menawarkan sari sari hidup
agar engkau dan aku terlena dalam buai dewa dewi
aku kokohkan peluk cium, sekokoh gelora ombakpntai

kau tak pernah surut....
dalam memainkan lakon anak anak manusia
yang mengemas hati ini dalam kado hidup
dalam boulevard berhias ornament 2013
saat kau dan aku mulaimengokohkan tulang sayap
agar satu dua pulau disebrang tal letih direngkuh

kita adalam manusia kecil
namun kita adalah dua hati pemilik awang awang kumitir
saat sang arjuna meminang Dewi Supraba,denga harum canda
kau semakin jantan...aku tak berdaya...
(Tegal,  28 Juli 2005)

Minggu, 09 Desember 2012

Bukit Bukit yang Resah


Pagi menerkamku

Rembulan mengulitiku

Batas kian nyata, aku berdiri tak sekokoh

kala pertama aku menumpahkan 

sejuta warna pelangi.


Kau bercermin di baliho langit

Nyanyi rinduku

membidik butir fatamorgana...semu memudar

awan jingga menunggu di balik bukit yang resah


Pernahkah kau membuka catatan langit ?.

Sang detik yang melangkah surut,

saat kau sebinal merpati jalang

mencari ranting hijau, sekedar memejamkan mata

lantas kau mulai meluruhkan kisah lama


Kau bagai sang ratu..

Bergaun warna warni, berenda decak kagum

dari sejuta daun dan bunga di taman

Akasia tak lagi sempat melepas kerontang daunya

Lantaran angin sejuk kau tebarkan

pada tiap penjuru bumiku yang melekang


Namun hati adalah metamorfosis manusia

Perjalanan sang hari selalu berteriak bisu

Kau terjerambab dalam lingkaran tak berujung

tanpa  sebelah tanganku kau gapai...


Teriak sang kenari

Liuk dahan dan ranting,  tak lagi

berkencan dengan kupu dan kecupan mesra

Bukit bukit hatimu tak lagi menjuangkan

cumbu rayu,hanya bergaun resah.

Selasa, 04 Desember 2012

Dalam Sudut Biru Senyumu

Dalam keranjang hati bersulam benang emas..

aku simpan saja rindu yang merontang

meski mengalir deras sepanjang dinding nadi darahku..

dalam rindu,  aku sisihkan  apa yang harus tersimpan

dalam kerah bajuku sendiri.

 

Dalam rindu,

aku menjadi pengecut yang lari dari  tumpukan memori

aku belenggukan pada kawanan pipit, terbang menyapa awan

untuk rindumu yang sebatas kain tipis,

namun bersorot pandang tajam , aku tertikam pilu dan kelu

 

Untuk rindumu,

kau sendiri yang menusukan pada kawanan ilalang

tajam menyayat angin pagi, terhambur pada prosa dinding jantungku

lantas kau kemasi hari tersembunyi dalam bilik yang pengap

tak ada lagi untuku tawa sutra biru merayu...

saat pagi berkulum senyum kau menghardiknya

 

Untuk rinduku....

aku adukan pada Akasia yang  menyerpih daun daunya

saat kemarau memberinya sisi tajam  panasnya

namun kau hanyut, melibas dan melentingkan hidangan

yang aku sodorkan demi sebuah

hari panjang, berteman sejuta dewa dewi menuai

dan padi yang  menggerutukan jalan panjang

tak berarah angin...dalam dinding senyumu

aku tersungkur

 

Rindumu..

masihkan wewangi setelah terbasuh sejuta kembang ?

atau hanya kering beluntas yang menggambar

biarkan aku maki diriku sendiri

melesat bagai anak panah

menawan hari hariku sendiri, sepi......

 

Semarang, 2 Desember 2012

Saat Minggu Pagi di tengah keluargaku