Kau lah yang
telah beribu buluh rindu dalam dandananku….
dalam basah
lidahku, untuk mencari ~ di terang warna bulan
di tengah geram dan meradangnya manusia ,
tetap tergelar
pada lazuardi yang Kau tetapkan dalam coretan
langit, dalam
pekik awan memenuhi bola langit.
Selaksa kabut
hitam memburami sisi jantung yang liar
aku melemparkan
pada liuk dan lekuk Kodrat milikMU.
namun bayangan
hitam mengelabuhi aku dalam
naungan yang
sengaja aku usung untuk lebih kentara
kanvas penuh
warna yang aku sodorkan pada langit
Meski hanya
setipis kabut dini hari,
namun tirai
tetap samar dan bungkam seribu bahasa
aku bangunkan
agar terjaga, dan mampu aku padukan
dengan gambaran
hati, yang penuh gejolak deru debu
Kau entah berjarak,
selaksa tautan yang aku gapai
dengan gemetar
lengan lengan kecilku, sempit dadaku ~ episode
tetap berjalan,
tertusuk bilah tajamnya waktu dan jaman
Tak seharusnya
aku penat
tak seharusnya
melonggar sendiku
tak seharusnya
meluruh nafasku
Kau berdiri
tegak diatas istana cakrawala~ aku berbenah
pada telapak
tanganku bergurat serpihan asa terpagut
noda hitamku
yang tertusuk pucuk ilalang,
kala padang
hidup merontang, air gunung pun
memalingkan
sorot matanya
Belum genap aku
lengkingkan sebuah teriakan
untuk
membangunkan pipit, kenari serta bakau di pantai
namun
tenggorokanku telah hangus terbakar
oleh prosa
hidup yang jauh dari pelipur duka lara
aku punguti
satu persatu
lantas semua
bajuku belum mampu menyimpanya
Tuhanku, aku
dalam sepi….untuk sebuah NaunganMU
(Semarang, 1 Maret 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar