Bagai angin,
tiada pernah kami tahu…kemana kau lelap di bilikmu
Bahkan tiada
kami tahu,….. dari mana kau mulai menghitung hari
Hanya saat kau
mendulang rajutan mutumanikam
Lantas kau tak
segan mulai mewarna hari……
Hingga titian
hari, tak lagi kelihatan samar
Bersama dengan tawar
senyum dan pedulimu
Yang kau kedepankan
…untuk sebuah pagi hari
Dari segenap
anak bangsa, yang telah kau hantar
Menuju yang kau
siapkan dalam tiap nafas di jantung
Untuk kau
buatkan sebuah lagu hati.
Lantas kau
tautkan dengan beberapa penjuru langit
Selalu kau
senyum…tiap kau jinjing pagi hari
Serasa tiada
lagi alam yang menyeloroh dengan bencananya
Lantaran selalu
kau usung……..
Dengan usapan
tangan yang tulus,
Tiap anakmu hanay
mampu menebar sembilu dalam hidupnya
Kau beri sejuta
angin berwajah bunga warna warni….
Hingga
mataharipun lupa akan peraduanya
Di ufuk timur,
meski telah jingga peraduannya di belahan barat
Lagu rindumu
mampu mengikatkan kebenaran
Dalam tiap
tetesan embun
Jangan ada lagi langkah
penjuru langit, yang berhitam awan
Kitapun mampu
menyongsong jaman di tangan kiri
Lantaran tangan
kanan kita selalu menyertamu
Selamat Pagi
Guru
Selamat pagi
pula, kala kau semaikan sebuah darma bakti
Kala semua hari,
tiada pernah berwajah sejuk
Lantas kau
jadikan semuanya menjadi rajutan pelangi
Yang kau tanami
dengan aneka harap namun…..
Dari balik
cakrawala terus saja menikam hingga ulu hatimu
Sebuah nyanyian
jiwa tentang hati yang telanjang
Demi sebuah hari
esok yang terang.
Akulah guru….
Sesekali suara
itu menembus tebing alam
Saat nyanyi
burung bergema melegakan nafas kita
Kitapun tetap
berada di tengah mahardika Negara kita
Semarang, 7
Pebruari 2011 (Pondok Sastra HASTI Semarang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar