Mengapa tiada lagi
kini,
Kain selimut malam
biru bertepi selaksa khayal
Kau sandarkan “benang
– emas” lurus menuju....
Indrakila hunian para
bidadari,
Aku akan melangkah
surut,
Tiada yang kusimpan
dalam kantong baju
Hanya seutas janji
Sang Arjuna pada Dewi Supraba
Aku hanya bergayut di
tepian
Penuhilah jalinan kuning
keemasan, yang menertawai aku
Kau ikat saja kuat
kuat,
Agar gerimis tiada
meninjing badai
Akupun hanya mampu
menyuguhkan
Seribu batas langit,
percik air telaga yang
menepiskan rambut
emas sang mentari.
Kau ikatkan aku pada
kanvas tanpa warna
Bergambar “Kolonjono”
bertaut debu membara
Lantas meranggas,
akupun hanya memilki sebuah
warna.....hingga
telah sampai
tengah malam yang tak
berbintang.
Kau sambut dengan
senyemu,
Yang terindah...yang
pernah kulihat
Jangan kau salahkan
“sedap malam”
bila di pagi hanya
tertunduk lesu
tapi usunglah
keranjang pilu beralas galau
lantas kau
tumpahkan...ada tiap detik
yang berdebu yang aku
buru.
Sehingga kau kecewa
dan jelas tergambar
pada setiap lekuk
tubuhmu
(Semarang, 10
Desember 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar