Doa Malam
1.
Dalam Doa Malam
sekeping hidup
dalam buai panjang
pernah
singgah, menepikan seraut episode menakutkan
di tengah
makian debu debu menyesak dada
tak urung, nyanyian duka
telah disemai
di puncak yang bukan milikmu
meski bibir
gincu, menyapa hari hari yang asing
tak satupun
nama tertanam di pepohonan
yang kekar dan
sejuk
merah jambu
awan senja
bertepi putih
membiru tepi langit
telah
menyongsong wajah yang akrab dengan
lipatan
jaman…guratan hidup mencumbu nafas
kala terlihat
lelah kedua mata kita.
kau mencoba
mengukir sisi langit
yang membentuk
barisan awan…bertanam mekar sari
seberkas
himpitkan tajam sebagian langit
meluruhkanmu, …..kembali
sepi
dari indahnya
wajah bulan di bumi dongeng
hanya tinggal,
bahtera yang mengusung
serpihan layar menantang
angin buritan
lebih baik kau
tawarkan mawar jingga
dalam sebagian
malam
bertabur sayap
malaikat dari rajutan langit
kemana lagi
akan kau cincang hidup ini
bukankah
potongan doa lebih indah
dari jarum
waktu yang kau tinggalkan……(Semarang, 9 Februari 2012)
2.
Entahlah Meski di
Mana Aku Berada
hanya bentangan
kuning padi berseri,
terbawa liarnya
angin memburu seribu makna
kadang
menengadahkan bulirnya ke mentari
berkuning rapat
rambut sutra
atau meliukan
rindu ke biru gunung menawan
menata kembali
nafas yang terpagut merona tepi jaman
entahlah hanya
tangkainya yang menggenggam makna
dari dahinya
yang berkerut
dan rongga
matanya yang dalam membisu.
atau……….
biarkan saja
awan jingga dalam angkuhnya
menerpakan sisi
cakrawala barat
tempat merpati
meluruskan sayap
aku terselip di
dalamnya ikut menggetarkan
makna – makna
yang meluruh di gerimis senja
aku kencangkan
genggam jemari
yang tergolek
lesu kalau seribu cermin ego menghimpitku
aku kabarkan
dalam seloroh prosa pujangga
namun hanya
bait yang menunggu merekahnya mawar jingga
beruntai gerigi
tajam menghanyutkan sisi sendiku
aku kembali dalam canda manja alam
atau kepak
kenari yang melambungkanku
menuju batas
pandang yang samar
aku tak tahu….
sempat pula
sang camar
membenah pantai
dari rerimbunan durjana
yang
menghitami, jantungnya
namun tanpa
mata nanar dan syak wasangka
sang camarpun
hinggap di biru langit
dengan wajah
menunduk, memunguti bentangan harap
aku dalam
sepi….
masih ada sisa
bait, yang terpendam pada
dalamnya kalbu,
hanya makna yang aku sendiri
lelah
menjinjing di balik wajah yang mencibirkan kelu
mari kita
kembali untuk mengetam padi
meluruskan
pematang sawah kita
agar kuning
padi menyeringai dalam seloroh mentari
hingga belalang
melipatkan sayapnya
kita dalam
damai
agar tiada lagi
sepi….sebuah gambar alam……(Semarang, 8 Pebruari 2012)
3.
Semuanya Kan Usai
lantaran apa
kita pinang embun pagi
yang renyah
menyelerohkan cakrawala di balik gunung
hingga kita
terpikat pada lesung pipit
dan gemulai
Gambir Anom sang pesinden penuh
cahaya
malam…dan lampu jaman
tulang-tulang
iga kita tlah merapat
dijemput
maghligai susun tujuh empat penjuru langit
gendang dan
kecapi tak mampu lagi
menarikan
dedaunan palma di ujung rumah kita
apalagi
lagi dolanan anak anak yang bertembang
hanya seberkas
kenangan dalam rindu hati
bersama kekasih
kita
lekaslah
mencanda jantung kita masing-masing
agar nyaman
tidur siang kita…………(Semarang, 8 Pebruari 2012)
4.
Senyum
dalam senyum
sang lelaki tak lagi memincingkan mata
bila rerimbunan
pohon tlah menyejuk jiwa
semua gambaran
alam..melapangkan dadanya
lembayung senja bertanam bunga melati
lelaki
itupun….entah milik siapa……(Semarang, 9 Februari 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar